Tiktok Shop Tutup, Apakah Akan Membuat Pasar ritel Kembali Ramai?

Kalian pasti tahu kalau akhir-akhir ini dunia maya dihebohkan dengan Tiktok Shop tutup, dan secara resmi Tiktok Shop tidak bisa lagi di akses hari ini
5 Min Read
tiktokshop tutup

Kalian pasti tahu kalau akhir-akhir ini dunia maya dihebohkan dengan Tiktok Shop tutup, dan secara resmi Tiktok Shop tidak bisa lagi di akses hari ini (Rabu, 4 Oktober 2023). Semua ini bermula karena ada kalangan yang merasa dirugikan dengan kehadiran Tiktok Shop ini. Salah satunya adalah Pasar Ritel offline, contohnya saja Pasar Tanah Abang.

Tapi gimana sih akhirnya, apa dengan tutup-nya Tiktok Shop ini membuat pasar ritel offline jadi ramai kembali? mari kita bahas bersama-sama dalam artikel berikut ini.

Pemerintah pun langsung merespon keluhan dari masyarakat dengan memperketat aturan. Lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023, pemerintah menegaskan bahwa media sosial bukan tempat untuk berjualan dan bertransaksi langsung.

Transaksi harus dilakukan lewat wadah e-commerce. Pemerintah menegaskan media sosial bukan masuk kategori e-commerce. yang diperbolehkan melalui media sosial hanya mempromosikan barang.

Apa Pasar Ritel Kembali Ramai Setelah TikTok Shop Tutup?

Tiktok Shop Tutup
Tiktok Shop Tutup

Sebelum membahas itu, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dradjad Hari Wibowo berpendapat ada persoalan lebih mendasar soal ritel domestik, terutama untuk tekstil dan produk tekstil (TPT).

BACA JUGA:  Begini Cara Cek Penghasilan TikTok Dengan Kalkulator TikTok!

Misal, sebut Dradjad, tak dimungkiri ada banjir produk impor murah bahkan yang ilegal. 

“TPT kita kalah bersaing karena biaya produksi impor itu murah dan mereka lolos dari pajak,” ujar Dradjad, Kamis (Rabu 5 Oktober 2023). 

Di tengah situasi itu, lanjut Dradjad, industri TPT dalam negeri banyak dibebani aneka biaya. “Ketika (biaya) di hulu sudah unda-undi (tak berselisih banyak) bahkan kalah bersaing, di hilir makin sulit,” tegas dia.

Bersamaan, kata Dradjad, disrupsi teknologi memang tidak terbendung di seluruh dunia. Ini membuat peritel kakap dunia yang menjual produk massal pun banyak menutup gerai offline

Hanya peritel dengan produk dan merek niche saja, ujar Dradjad, yang cenderung bisa mempertahankan gerai offline.”(Pemilik produk dan merek niche) punya segmen pasar tertentu yang berani membayar mahal, yang perilaku belanjanya tidak bisa dipenuhi oleh teknologi,” ungkap Dradjad.

Baca Juga : Cara Blokir WhatsApp Tanpa Menghilangkan Foto Profil

Dari sisi regulasi, Dradjad pun melihat masih ada kelemahan peraturan keuangan dan perpajakan untuk transaksi e-commerce. Akibatnya, kata dia, tidak terjadi kesetaraan “arena pertempuran” antara pasar offline dan online.

“Secara privat saya pernah mengusulkan agar transaksi online diatur seperti transaksi pasar modal, dengan  modifikasi tertentu,” tutur Dradjad.

BACA JUGA:  3 Cara Membuat Emoji Centang Biru di TikTok Secara Manual Tanpa Syarat!

Sebagai contoh, pemberlakuan ketentuan laiknya di pasar modal yang mengharuskan pelaku pasar untuk membuka rekening dana nasabah (RDN). Melalui rekening ini, ujar Dradjad, pemerintah dapat memonitor dan menetapkan pungutan atas transaksi online.

“Mengapa pemilik platform, pembeli, dan penjual online tidak diwajibkan membuat rekening seperti (RDN) ini dengan lalu lintas transaksi keuangannya harus melalui rekening tersebut?” tanya Dradjad.

Menurut pandangan Dradjad, logika sistem ini masuk akal, apalagi aplikasi mengharuskan penggunanya memiliki akun sendiri.

Dengan penggunaan analogi RDN tersebut, imbuh Dradjad, pajak dan pungutan bisa dilakukan pula melalui rekening itu.

“(Jadi), negara bisa mendapat tambahan penerimaan yang besar, kesetaraan lapangan bermain juga lebih terwujud,” tegas Dradjad.

Bagi Dradjad, pelarangan transaksi jual beli melalui media sosial hanyalah tindakan cepat yang dibutuhkan saat ini.

Namun, kata dia, negara perlu melakukan langkah-langkah sistemik untuk menghadapi tantangan yang sesungguhnya dari sektor ritel di tengah disrupsi teknologi.

Tiktok Shop ditutup

Tiktok shop

Manajemen dari TikTok, menyatakan penutupan TikTok Shop merupakan komitmen perusahaannya untuk menghormati dan mematuhi peraturan yang ada di Indonesia (Selasa 3 Oktober 2023). 

Walaupun begitu media sosial sepeti Tiktok dan platform lain masih berpeluang untuk menggelar transaksi dan tidak berarti hilang sepenuhnya. Hanya saja, harus ada batasan antara media sosial dan platform e-commerce.

Dalam kasus TikTok, hanya perlu membuat entitas baru sebagai e-commerce dengan sejumlah kriteria dan ketentuan yang diatur dalam beleid baru Kementerian Perdagangan, bila hendak memasuki ranah transaksi langsung.

BACA JUGA:  Ternyata Ini Link Video Tiktok Chika 20 Juta Full No Sensor yang Sebenarnya!

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan berkata transaksi perdagangan live secara online tidak akan tiba-tiba hilang begitu saja dengan pemberlakuan Permendag Nomor 31 Tahun 2023. 

“Yang live-live itu juga bisa di e-commerce. Kan ada itu,” kata Zulkifli.

Adapun Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop dan UKM) Teten Masduki menegaskan, media sosial seperti TikTok diharapkan fokus saja pada promosi.

“Tetap bisa naikin konten promosi di TikTok (sebagai) medsos. Malah bagus enggak ada lagi shadow banned,” tegas Teten.

Bagi masyarakat yang ingin melakukan penjualan bisa memakai platform lain yang memang dirancang dan memungkinkan untuk berjualan.

tiktok Shop ditutup

Naskah Permendag Nomor 31 Tahun 2023

Berikut ini naskah lengkap Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), yang dapat diakses dan atau diunduh langsung di sini.

Leave a Comment